Kamis, 20 Januari 2011
Minggu, 26 April 2009
Senin, 20 April 2009
Jumat, 03 April 2009
Kisah Seekor Kadal 10 Tahun Tanpa Berpindah dari Tempatnya
(Dikisahkan dalam Facebook Febrianti Prihatin)
Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang. Ketika sedang merenovasi sebuah rumah,
seseorang mencoba merontokan tembok.
Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu.
Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong
itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu
ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika
rumah itu pertama kali dibangun.
Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10
tahun?
Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang
mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan
hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan
apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor
kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya …. astaga!!
Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu
memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta…cinta
yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. apa
yang dapat dilakukan oleh cinta? tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, kadal itu tidak
pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun.
bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.
Saya tersentuh ketika mendengar cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang hubungan yang
terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, saudara perempuan…..Berusahalah semampumu
untuk tetap
dekat dengan orang-orang yang kita kasihi.
Jangan Pernah Mengabaikan Orang Yang Anda Kasihi!
Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang. Ketika sedang merenovasi sebuah rumah,
seseorang mencoba merontokan tembok.
Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu.
Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong
itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu
ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika
rumah itu pertama kali dibangun.
Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10
tahun?
Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang
mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan
hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan
apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor
kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya …. astaga!!
Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu
memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta…cinta
yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. apa
yang dapat dilakukan oleh cinta? tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, kadal itu tidak
pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun.
bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.
Saya tersentuh ketika mendengar cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang hubungan yang
terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, saudara perempuan…..Berusahalah semampumu
untuk tetap
dekat dengan orang-orang yang kita kasihi.
Jangan Pernah Mengabaikan Orang Yang Anda Kasihi!
Sabtu, 28 Maret 2009
Situ Gintung...Oh...Situ Gintung..!!
BENCANA
Dini hari tanggal 28 Maret 2009, ketika kebanyakan orang masih lelap dalam tidurnya, udara yang dipenuhi hujan, dan kebisuan dini hari, bencana mengerikan mendatangi...Tanggul penahan Situ Gintung jebol...Memuntahkan bencana ke sekitarnya...Sinar semburat matahari yang sesaat lagi menyapa disambut kepanikan…jerit kehilangan-kemalangan…
Lalu hari terang berwarna maut!!!
Data hari itu menyebutkan 58 orang tewas, 173 orang luka-luka, dan 78 orang hilang. Sementara posko Universitas Muhammadyah Jakarta mencatat korban tewas 62 orang.
Kerugian material belum terdeteksi...
Dalam hari-hari ke depan angka-angka akan bertambah...
MENTERI PU Ir. DJOKO KIRMANTO, Dipl. HE
Sejumlah pejabat tinggi negara datang ke lokasi sebagai bagian dari Tanggap Darurat.
Pada malam harinya dalam acara Berita Malam TV One, wartawan mewawancarai Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.
Antara lain Pak Menteri mengungkapkan bahwa bencana ini adalah salah satu dampak dari global warming serta hujan dan kering yang silih berganti....
Kemudian ia juga mengatakan bahwa rehabilitasi akan dilaksanakan dengan memasang bronjong-bronjong untuk menahan tanah di sekitar Situ...
Beginilah kaliber Menteri PU kita!
Asal bicara saja. Ia berbicara tentang global warming dan hujan yang anak Sekolah Dasar pun sudah fasih mengatakannya. Lalu bonjong-bronjong..??? Emangnya Situ Gintung ini sama dengan Situ Bulakan atau Situ Cibuereum, atau aliran sungai kecil yang cukup dipasangi bronjong saja untuk penahan? Pak Menteri pulang saja ke Pengging, atau kuliah lagi agar bapak tahu bahwa bronjong saja tidak cukup untuk menahan jutaan ton beban air yang ditampung Situ Gintung. Bukan hanya air yang ada di Situ ini, tetapi juga potensi bencana dahsyat...jutaaan ton bencana, jutaan m3 bencana..
Pak Menteri ini harusnya tidak banyak bicara dulu…cukup ia berbicara dengan atasannya tentang perencanaan rehabilitasi…lalu memanggil pejabat-pejabat di Dinas PU setempat untuk diberikan surat pemecatan. Harus memberikan surat pemecatan!!! Karena Dinas PU setempat harusnya sudah tanggap dengan potensi bencana ini. Tanggap bukan hanya terhadap struktur Bangunan Situ dan kondisi tanah Situ, akan tetapi tanggap dengan ratusan nyawa yang ada di sekitar Situ Gintung. Untuk itulah mereka digaji rakyat.
SOP-nya:
Ketika memasuki musim hujan lebat seperti sekarang ini, Dinas PU melalui Satuan Kerja NVT Pengembangan dan Konservasi Sumber Daya Air, harus menempatkan personilnya memantau kondisi Situ Gintung karena Departemen Umum yang tahu tentang kondisi seluruh Situ di Indonesia dari A s.d Z. Dinas PU harus memantau volume air dan kondisi tanah-tanggul Situ Gintung di saat-saat hujan seperti saat ini. Membuat dan melaporkan hasil pemantauan per jam dan per hari. Sehingga ketika hasil pengamatan menunjukkan indikasi yang berbahaya, Dinas PU dapat berkoordinasi dengan instansi dan lembaga lain untuk memperingatkan warga sekitar Situ Gintung akan bahaya yang mungkin timbul. Kalau perlu evakuasi. Untuk meminimalisasi korban.
Kalau sudah begini kejadiannya, lalu sebenarnya apa sih kerjaan mereka selama musim banyak hujan gini? Tidur kedinginan? Gak tau!!!
Lalu, Pak Menteri mengatakan bahwa rehabilitasi akan dilaksanakan dengan memasang bronjong-bronjong…
Bah... Lulusan mana Pak Menteri ini…
Emangnya Situ ini sama dengan Situ-situ lainnya yang memiliki perbedaan elevasi hanya 1 meter?? Bukankah Situ Gintung memiliki perbedaan elevasi s.d 15 m terhadap sekitarnya??? Emangya Situ Gintung ini sama dengan aliran sungai kecil yang tanggulnya cukup ditahan dengan bronjong batu… lalu amanlah itu??? Wah-wah…Pak Menteri pulanglah saja ke Pengging, atau kuliah lagilah…
Maaf, Pak Menteri. Saya bilang gini, karena menurut saya Pak Menteri tidak perlulah berbicara hal-hal teknis. Biarlah iitu urusan para engineer. Pak Menteri cukup berbicara tentang rencana strategis kalau emang ada niat dan dana untuk rehab.
Tau gak Pak Menteri?? Anda jadi hampir sama dengan rekan anda di kabinet, yaitu Hatta Rajasa. Hatta Rajasa pada hari ketiga hilangnya pesawat Adam Air Januari 2007 di Perairan Majene mengatakan bahwa Tim Sar sudah melihat bangkai pesawat Adam Air yang hilang itu. Mimpi kalee…
Kedua pejabat ini sama-sama lulusan ITB lho…
NEGARA GAGAL,NEGARA PENGEMIS, DAN NEGARA KORUPTOR?
Pada tanggal 18 Februari 2009, Dinas PU mengiklankan teder rehabilitasi Situ, yaitu:
1. Rehabilitasi Situ Bulakan, 6 Milyar
2. Rehabilitasi Situ Kelapa Dua dan Situ Bungur, 6 Milyar
3. Rehabilitasi Situ Kepuh, 6 Milyar
4. Rehabilitasi Situ Cibeureum, 6.1 Milyar
5. Rehabilitasi Situ Cibuntu dan Situ Cibodas, 4.5 Milyar
Total 30.6 Milyar.
Ini adalah tender akal-akalan. Rencana proyek ini jelas akan menjadi ajang pejabat PU nyari duit.
Pertama, karena sebenarnya tidak ada urgensi untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasi pada situ-situ ini. Profil Situ-situ ini tidak signifikan mengontrol laju debit air yang melalui sungai-sungai di Jabodetabek dan warga sekitarnya. Bahkan beberapa Situ yang ditenderkan ini, elevasinya muka airnya lebih rendah dari elevasi tanah (permukiman) sekitarnya. Jadi pasti ada ‘sesuatu’ sehingga Situ-situ ini perlu dianggarkan untuk rehabilitasi.
Kedua, pemenang tender biasanya menawar hingga 45%. Maksdunya: Jika rehabilitasi Situ Bulakan dianggarkan sebesar 6 Milyar,maka pemenang tender akan melaksanakan pekerjaan rehabilitasi dengan biaya 45% dari 6 Milyar, atau sekitar 2.7 M. Apa ini!!??? Jadi pemenang tender ini mengerjakan rehabilitasi dengan apa!!?? Sudah jelaslah bahwa pekerjaan rehabilitasi ini akan dikerjakan asal-asalan saja. Biaya 2.7 M tidak akan menutupi ongkos alat berat excavator, ponton, truk pengangkut, solar, gaji dan upah, dan material lainnya. Kalau begitu apa yang terjadi!!?? Emang Gua Pikirin…
Rehabilitasi seharusnya dilaksanakan pada Situ-situ yang berpotensi bencana. Tetapi Departemen PU mikirin ini gak ya???
Jelaslah tidak ada niat penyelenggara negara dan pemerintah untuk melayani, memperhatikan, mengabdi, dan melindungi rakyatnya. Negara ini sudah hampir menjadi Negara gagal. Negara pengemis. Gagal melindungi rakyatnya. Bukan hanya rakyatnya yang banyak menjadi pengemis, tetapi Negara ini juga telah jadi Negara Pengemis. Membiarkan bencana menimpa rakyat dan lingkungannya, lalu Negara meminta bantuan negara-negara lain untuk mengatasinya.
Pada media cetak hari ini, Senin, 30 Maret 2009, korban tewas 99 orang dan hilang 128 orang.
SITU GINTUNG, OH, SITU NGINTUNG
Sabtu, 14 Maret 2009
KISAH PAKU DAN PAGAR
Di suatu kampung adalah seorang kaya bernama Tuan Kaya. Tetapi ia juga di kenal sombong dan sering menghina dan menyakiti orang lain. Banyaklah orang-orang yang telah dihina dan disakitinya. Tiada hari ia lewati tanpa menyakiti orang lain. menunjukkan kesombongan dan kekayaannya. Bahkan terhadap saudara-saudaranya pun ia menyombongkan diri.
Pada suatu malam ia berangkat tidur. Di tempat tidur pikirannya menerawang mengingat-ingat kejadian sepanjang hari dan hari-hari yang telah ia lalui. Lalu bibirnya tersenyum licik membayangkan bahwa telah banyak ia menyombongkan diri. Ada garis-garis kebanggaan pada dirinya sendiri. Bagaimana orang-orang datang meminta bantuaanya tetapi ia beri dengan penghinaan yang menyakitkan..Lalu ia juga membayangkan diri sendiri yang sangat berkecukupan. Bagaimana ia tidak pernah meminta bantuan orang lain. Ha-ha-ha…aku ini hebat, pikirnya.
Lalu entah kenapa, sesaat sebelum tertidur tiba-tiba seberkas tanya menyelip dalam pikiran Tuan Kaya. “Bagaimana kalau sekali-sekali aku berbuat baik?”. Pikirannya lalu mencoba mengingat kapan ia terakhir berbuat baik. Dalam usahanya mengingat-ingat itu, ia pun tertidur.
Esok harinya ia berangkat ke suatu desa untuk menghadiri pesta pernikahan saudarnya. Dengan gaya duduk yang pongah di atas kuda ia melintasi desanya dengan pakaiannya yang sangat indah. Orang-orang sedesanya berdiri dari kejauhan memandangi dengan penuh kekaguman dan juga kepedihan.
Sesampai di desa saudaranya Tuan Kaya di sambut baik seperti orang-orang lain yang datang. Di tengah-tengah pesta ia mengamati semua yang terjadi. Ia mengamati begitu banyak tamu yang datang. Orang-orang kaya dan orang-orang miskin dalam pesta itu tampak gembira. Semuanya duduk bersama tanpa dibeda-bedakan. Orang-orang miskin dan orang-orang kaya makan dengan lahap. Tuan Rumah memandangi semuanya dengan senyum tulus. Bahkan tamu-tamu diberi uang dan bungkusan makanan ketika hendak pulang.
Tuan Kaya mengamati semua itu dengan seksama. Wajah-wajah tamu dan wajah tuan rumah sama-sama ceria. Dan entah mengapa Tuan Kaya merasa tahu bahwa wajah-wajah tersebut adalah wajah-wajah kebaikan yang tulus. Ketika pulang pikiran-pikiran tentang yang terjadi di pesta merasukinya. Sepanjang jalan ia merenungi kebaikan dan ketulusan orang-orang. Lalu ia merenungi diri sendiri. Tuan Kaya merasa pikirannya seperti terhenyak. Sepanjang jalan hingga sampai ke halaman rumahnya ia tak henti-henti memikirkan tentang kebaikan dan ketulusan, juga tentang keadaan diri sendiri. Di dalam rumah ia tetap diam memikirkan semuanya. Tuan Kaya menjadi terobsesi akan kebaikan dan ketulusan.
Ia melewati hari-hari dengan usaha-usaha untuk berbuat baik. Akan tetapi sia-sia. Ketika ia berjumpa dengan orang-orang lain, kata-kata dan raut wajah penghinaanlah yang ia munculkan. Ia menjadi tersiksa. Obsesi yang luar biasa memenuhi pikirannya. Akhirnya ia memutuskan.
Tuan Kaya pergi ke sebuah rumah di ujung desa. Rumah yang berada di tengah-tengah kesejukan pohon-pohon. Rumah itu dihuni oleh seorang kakek tua. Di kampung itu ia dikenal sebagai Guru. Guru dalam segala hal. Guru menyambut Tuan Kaya dengan wajah-senyuman dan tatapan mata secerah mentari.
Guru: ”..ada angin apa tiba-tiba Tuan Kaya bertandang ke gubuk kami?”.
Lalu Tuan Kaya menceritakan semua yang menggangu pikirannya. Ia menceritakan tanpa menutupi semau yang telah dilaluinya. Setelah Tanya jawab dan pembicaraan yang cukup dalam akhirnya Tuan Kaya berkata…
Tuan Kaya: ”Jadi, Guru, aku ingin sekali bisa berbuat baik. Bisa tersenyum dengan senyuman seperti senyum Guru ini.
Guru: “Baiklah. Begini… Tuan Kaya kan rumahnya dipagari…
Tuan Kaya: “Betul Guru…
Guru: “Pulanglah sekarang dan belilah paku…Setiap Tuan Kaya berbuat sesuatu yang menyakitkan orang lain…setiap Tuan Kaya menghina orang lain maka pakulah pagar rumahmu..lakukan terus seperti itu…satu paku untuk satu perbuatan yang menghina atau menyakiti orang lain…terus lakukan sampai pagar rumahmu penuh terpaku…setelah penuh maka Tuan Kaya boleh datang lagi ke sini…
Tuan Kaya pun pulang lalu membeli paku.
Ketika ia menyakiti orang maka ia pulang dan memaku pagar rumahnya. Tiada hari yang lewat tanpa ia memku pagar rumanhya. Jadi setiap hari Tuan Kaya selalu memaku pagar rumahnya karena setiap hari ia selalu menyakiti orang lain. Akan tetapi obsesinya tentang kebaikan hati semakin kuat. Maka pagar itupun penuh dengan paku. Tuan Kaya pun pergi ke rumah Guru.
Tuan Kaya: “Guru, pagar rumahku telah penuh dengan paku…tetapi aku belum juga mampu berbuat baik…
Guru: “Jadi pagar itu telah penuh dengan paku?”.
Tuan Kaya: “Betul Guru..”.
Guru: “Dan Tuan Kaya masih berkeinginan untuk berbuat baik?”.
Tuan Kaya: “Iya. Betul Guru”.
Guru: “Tuan Kaya, sekarang pulanglah…laluilah hari-harimu…jika ada satu kebaikan yang Tuan Kaya perbuat dengan tulus maka cabutlah satu paku. Lalu jika ada lagi perbuatan baik yang Tuan Kaya lakukan maka cabut lagi satu paku. Lakukan seperti itu terus-menerus. Satu kebaikan untuk mencabut satu paku. Jika semua paku di pagar rumah Tuan Kaya telah tercabut maka Tuan Kaya boleh datang lagi ke sini..”
Tuan Kaya pun pulang. Di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang ibu tua yang nampaknya tersiksa dengan beratnya kayu bakar yang dibawanya di pundaknya. Tuan Kaya mengamatinya. Tiba-tiba ia teringat dengan paku yang memenuhi pagar rumahnya. Dengan suatu gemuruh di hati yang baru kali ini dirasakannya ia menghampiri ibu yang membawa kayu bakar itu. Setelah sejenak pembicaraan dan sedikit desakan Tuan Kaya lalu menolong membawa kayu bakar si ibu tadi. Ia mengikuti langkah-langkah si ibu yang terheran-heran menuju kampung. Sesampai di kampung, penduduk seluruh kampung termangu-mangu dengan kejadian ini. Di depan rumah si ibu, Tuan Kaya meletakkan kayu bakar itu. Ia memberi senyuman-mengangguk lalu beranjak pulang. Dengan penuh semangat ia mencabut satu paku yang menancap dipagar rumahnya.
Hari demi hari ia berjumpa dengan orang lain. Dan hari demi hari pula banyak paku yang sudah dicabutnya dari pagar rumahnya. Orang-orang yang mengenalnya gamang dengan perubahan Tuan Kaya. Tetapi Tuan Kaya dengan senyuman yang tulus tiada henti berbuat baik. Akhirnya paku-paku yang menancap pagar rumahnya telah habis. Pagar rumahnya sekarang penuh dengan lobang-lobang bekas paku. Tuan Kaya pun dengan semangat pergi ke rumah Guru.
Tuan Kaya: “Guru, paku-paku di pagar rumahku sudah habis…”
Guru: Oh, betulkah..?”
Tuan Kaya: “Betul Guru”.
Guru: “Jadi sekarang pagarnya seperti apa?”
Tuan Kaya: “Jadi berlobang-lobang Guru..”.
Guru diam. Ia memejamkan matanya. Lalu berkata..
Guru: “Tuan Kaya, dulu engkau di kenal orang dengan segala kesombonganmu. Tidak ada perbuatan baik yang engkau lakukan. Sekarang ini engkau berbuat baik. Perbuatan baikmu ini akan diterima orang dengan baik. Orang lain akan sangat berterima kasih dengan kebaikan hatimu. Bahkan mungkin mendoakanmu. Akan tetapi Tuan Kaya, bagaimanapun engkau berbuat baik…setulus apapun kebaikan hatimu yang engkau tawarkan pada orang lain…tidak akan pernah orang-orang lain itu lupa bahwa kamu pernah begitu sombong…orang-orang akan tetap menerima kebaikanmu dengan juga mengingat keculasanmu dulu. Sama seperti paku-paku yang menancap di pagar rumahmu. Ketika engkau mencabut semua paku-paku di pagar rumahmu akan menyisakan lobang-lobang bekas paku. Lobang-lobang itu jelas terlihat. Jadi Tuan Kaya, rawatlah pagarmu yang berlobang-lobang itu. Rawatlah perbuatan-perbuatan baikmu itu. Rawatlah ketulusan hatimu itu. Sebagus apapun engakau menutupi atau memperbaiki lobang-lobang bekas paku di pagar rumahmu, bekas-bekas lobang itu akan tetap ada. Orang-orang akan tetap ingat bahwa lobang-lobang itu ada. Jadi Tuan Kaya, sekarang engkau pulanglah. Berbuat baiklah sepanjang hidupmu. Rawatlah semua kebaikan dan ketulusanmu itu dengan kebaikan dan ketulusan…
Pada suatu malam ia berangkat tidur. Di tempat tidur pikirannya menerawang mengingat-ingat kejadian sepanjang hari dan hari-hari yang telah ia lalui. Lalu bibirnya tersenyum licik membayangkan bahwa telah banyak ia menyombongkan diri. Ada garis-garis kebanggaan pada dirinya sendiri. Bagaimana orang-orang datang meminta bantuaanya tetapi ia beri dengan penghinaan yang menyakitkan..Lalu ia juga membayangkan diri sendiri yang sangat berkecukupan. Bagaimana ia tidak pernah meminta bantuan orang lain. Ha-ha-ha…aku ini hebat, pikirnya.
Lalu entah kenapa, sesaat sebelum tertidur tiba-tiba seberkas tanya menyelip dalam pikiran Tuan Kaya. “Bagaimana kalau sekali-sekali aku berbuat baik?”. Pikirannya lalu mencoba mengingat kapan ia terakhir berbuat baik. Dalam usahanya mengingat-ingat itu, ia pun tertidur.
Esok harinya ia berangkat ke suatu desa untuk menghadiri pesta pernikahan saudarnya. Dengan gaya duduk yang pongah di atas kuda ia melintasi desanya dengan pakaiannya yang sangat indah. Orang-orang sedesanya berdiri dari kejauhan memandangi dengan penuh kekaguman dan juga kepedihan.
Sesampai di desa saudaranya Tuan Kaya di sambut baik seperti orang-orang lain yang datang. Di tengah-tengah pesta ia mengamati semua yang terjadi. Ia mengamati begitu banyak tamu yang datang. Orang-orang kaya dan orang-orang miskin dalam pesta itu tampak gembira. Semuanya duduk bersama tanpa dibeda-bedakan. Orang-orang miskin dan orang-orang kaya makan dengan lahap. Tuan Rumah memandangi semuanya dengan senyum tulus. Bahkan tamu-tamu diberi uang dan bungkusan makanan ketika hendak pulang.
Tuan Kaya mengamati semua itu dengan seksama. Wajah-wajah tamu dan wajah tuan rumah sama-sama ceria. Dan entah mengapa Tuan Kaya merasa tahu bahwa wajah-wajah tersebut adalah wajah-wajah kebaikan yang tulus. Ketika pulang pikiran-pikiran tentang yang terjadi di pesta merasukinya. Sepanjang jalan ia merenungi kebaikan dan ketulusan orang-orang. Lalu ia merenungi diri sendiri. Tuan Kaya merasa pikirannya seperti terhenyak. Sepanjang jalan hingga sampai ke halaman rumahnya ia tak henti-henti memikirkan tentang kebaikan dan ketulusan, juga tentang keadaan diri sendiri. Di dalam rumah ia tetap diam memikirkan semuanya. Tuan Kaya menjadi terobsesi akan kebaikan dan ketulusan.
Ia melewati hari-hari dengan usaha-usaha untuk berbuat baik. Akan tetapi sia-sia. Ketika ia berjumpa dengan orang-orang lain, kata-kata dan raut wajah penghinaanlah yang ia munculkan. Ia menjadi tersiksa. Obsesi yang luar biasa memenuhi pikirannya. Akhirnya ia memutuskan.
Tuan Kaya pergi ke sebuah rumah di ujung desa. Rumah yang berada di tengah-tengah kesejukan pohon-pohon. Rumah itu dihuni oleh seorang kakek tua. Di kampung itu ia dikenal sebagai Guru. Guru dalam segala hal. Guru menyambut Tuan Kaya dengan wajah-senyuman dan tatapan mata secerah mentari.
Guru: ”..ada angin apa tiba-tiba Tuan Kaya bertandang ke gubuk kami?”.
Lalu Tuan Kaya menceritakan semua yang menggangu pikirannya. Ia menceritakan tanpa menutupi semau yang telah dilaluinya. Setelah Tanya jawab dan pembicaraan yang cukup dalam akhirnya Tuan Kaya berkata…
Tuan Kaya: ”Jadi, Guru, aku ingin sekali bisa berbuat baik. Bisa tersenyum dengan senyuman seperti senyum Guru ini.
Guru: “Baiklah. Begini… Tuan Kaya kan rumahnya dipagari…
Tuan Kaya: “Betul Guru…
Guru: “Pulanglah sekarang dan belilah paku…Setiap Tuan Kaya berbuat sesuatu yang menyakitkan orang lain…setiap Tuan Kaya menghina orang lain maka pakulah pagar rumahmu..lakukan terus seperti itu…satu paku untuk satu perbuatan yang menghina atau menyakiti orang lain…terus lakukan sampai pagar rumahmu penuh terpaku…setelah penuh maka Tuan Kaya boleh datang lagi ke sini…
Tuan Kaya pun pulang lalu membeli paku.
Ketika ia menyakiti orang maka ia pulang dan memaku pagar rumahnya. Tiada hari yang lewat tanpa ia memku pagar rumanhya. Jadi setiap hari Tuan Kaya selalu memaku pagar rumahnya karena setiap hari ia selalu menyakiti orang lain. Akan tetapi obsesinya tentang kebaikan hati semakin kuat. Maka pagar itupun penuh dengan paku. Tuan Kaya pun pergi ke rumah Guru.
Tuan Kaya: “Guru, pagar rumahku telah penuh dengan paku…tetapi aku belum juga mampu berbuat baik…
Guru: “Jadi pagar itu telah penuh dengan paku?”.
Tuan Kaya: “Betul Guru..”.
Guru: “Dan Tuan Kaya masih berkeinginan untuk berbuat baik?”.
Tuan Kaya: “Iya. Betul Guru”.
Guru: “Tuan Kaya, sekarang pulanglah…laluilah hari-harimu…jika ada satu kebaikan yang Tuan Kaya perbuat dengan tulus maka cabutlah satu paku. Lalu jika ada lagi perbuatan baik yang Tuan Kaya lakukan maka cabut lagi satu paku. Lakukan seperti itu terus-menerus. Satu kebaikan untuk mencabut satu paku. Jika semua paku di pagar rumah Tuan Kaya telah tercabut maka Tuan Kaya boleh datang lagi ke sini..”
Tuan Kaya pun pulang. Di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang ibu tua yang nampaknya tersiksa dengan beratnya kayu bakar yang dibawanya di pundaknya. Tuan Kaya mengamatinya. Tiba-tiba ia teringat dengan paku yang memenuhi pagar rumahnya. Dengan suatu gemuruh di hati yang baru kali ini dirasakannya ia menghampiri ibu yang membawa kayu bakar itu. Setelah sejenak pembicaraan dan sedikit desakan Tuan Kaya lalu menolong membawa kayu bakar si ibu tadi. Ia mengikuti langkah-langkah si ibu yang terheran-heran menuju kampung. Sesampai di kampung, penduduk seluruh kampung termangu-mangu dengan kejadian ini. Di depan rumah si ibu, Tuan Kaya meletakkan kayu bakar itu. Ia memberi senyuman-mengangguk lalu beranjak pulang. Dengan penuh semangat ia mencabut satu paku yang menancap dipagar rumahnya.
Hari demi hari ia berjumpa dengan orang lain. Dan hari demi hari pula banyak paku yang sudah dicabutnya dari pagar rumahnya. Orang-orang yang mengenalnya gamang dengan perubahan Tuan Kaya. Tetapi Tuan Kaya dengan senyuman yang tulus tiada henti berbuat baik. Akhirnya paku-paku yang menancap pagar rumahnya telah habis. Pagar rumahnya sekarang penuh dengan lobang-lobang bekas paku. Tuan Kaya pun dengan semangat pergi ke rumah Guru.
Tuan Kaya: “Guru, paku-paku di pagar rumahku sudah habis…”
Guru: Oh, betulkah..?”
Tuan Kaya: “Betul Guru”.
Guru: “Jadi sekarang pagarnya seperti apa?”
Tuan Kaya: “Jadi berlobang-lobang Guru..”.
Guru diam. Ia memejamkan matanya. Lalu berkata..
Guru: “Tuan Kaya, dulu engkau di kenal orang dengan segala kesombonganmu. Tidak ada perbuatan baik yang engkau lakukan. Sekarang ini engkau berbuat baik. Perbuatan baikmu ini akan diterima orang dengan baik. Orang lain akan sangat berterima kasih dengan kebaikan hatimu. Bahkan mungkin mendoakanmu. Akan tetapi Tuan Kaya, bagaimanapun engkau berbuat baik…setulus apapun kebaikan hatimu yang engkau tawarkan pada orang lain…tidak akan pernah orang-orang lain itu lupa bahwa kamu pernah begitu sombong…orang-orang akan tetap menerima kebaikanmu dengan juga mengingat keculasanmu dulu. Sama seperti paku-paku yang menancap di pagar rumahmu. Ketika engkau mencabut semua paku-paku di pagar rumahmu akan menyisakan lobang-lobang bekas paku. Lobang-lobang itu jelas terlihat. Jadi Tuan Kaya, rawatlah pagarmu yang berlobang-lobang itu. Rawatlah perbuatan-perbuatan baikmu itu. Rawatlah ketulusan hatimu itu. Sebagus apapun engakau menutupi atau memperbaiki lobang-lobang bekas paku di pagar rumahmu, bekas-bekas lobang itu akan tetap ada. Orang-orang akan tetap ingat bahwa lobang-lobang itu ada. Jadi Tuan Kaya, sekarang engkau pulanglah. Berbuat baiklah sepanjang hidupmu. Rawatlah semua kebaikan dan ketulusanmu itu dengan kebaikan dan ketulusan…
Langganan:
Postingan (Atom)