Senin, 20 April 2009

Jumat, 03 April 2009

Kisah Seekor Kadal 10 Tahun Tanpa Berpindah dari Tempatnya

(Dikisahkan dalam Facebook Febrianti Prihatin)


Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang. Ketika sedang merenovasi sebuah rumah,

seseorang mencoba merontokan tembok.

Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu.

Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong

itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu

ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika

rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10

tahun?

Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang

mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan

hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!

Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan

apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor

kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya …. astaga!!

Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu

memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta…cinta

yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. apa

yang dapat dilakukan oleh cinta? tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, kadal itu tidak

pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun.

bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.

Saya tersentuh ketika mendengar cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang hubungan yang

terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, saudara perempuan…..Berusahalah semampumu

untuk tetap
dekat dengan orang-orang yang kita kasihi.

Jangan Pernah Mengabaikan Orang Yang Anda Kasihi!

Sabtu, 28 Maret 2009

Situ Gintung...Oh...Situ Gintung..!!








































BENCANA

Dini hari tanggal 28 Maret 2009, ketika kebanyakan orang masih lelap dalam tidurnya, udara yang dipenuhi hujan, dan kebisuan dini hari, bencana mengerikan mendatangi...Tanggul penahan Situ Gintung jebol...Memuntahkan bencana ke sekitarnya...Sinar semburat matahari yang sesaat lagi menyapa disambut kepanikan…jerit kehilangan-kemalangan…

Lalu hari terang berwarna maut!!!

Data hari itu menyebutkan 58 orang tewas, 173 orang luka-luka, dan 78 orang hilang. Sementara posko Universitas Muhammadyah Jakarta mencatat korban tewas 62 orang.
Kerugian material belum terdeteksi...
Dalam hari-hari ke depan angka-angka akan bertambah...

MENTERI PU Ir. DJOKO KIRMANTO, Dipl. HE
Sejumlah pejabat tinggi negara datang ke lokasi sebagai bagian dari Tanggap Darurat.
Pada malam harinya dalam acara Berita Malam TV One, wartawan mewawancarai Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

Antara lain Pak Menteri mengungkapkan bahwa bencana ini adalah salah satu dampak dari global warming serta hujan dan kering yang silih berganti....
Kemudian ia juga mengatakan bahwa rehabilitasi akan dilaksanakan dengan memasang bronjong-bronjong untuk menahan tanah di sekitar Situ...

Beginilah kaliber Menteri PU kita!
Asal bicara saja. Ia berbicara tentang global warming dan hujan yang anak Sekolah Dasar pun sudah fasih mengatakannya. Lalu bonjong-bronjong..??? Emangnya Situ Gintung ini sama dengan Situ Bulakan atau Situ Cibuereum, atau aliran sungai kecil yang cukup dipasangi bronjong saja untuk penahan? Pak Menteri pulang saja ke Pengging, atau kuliah lagi agar bapak tahu bahwa bronjong saja tidak cukup untuk menahan jutaan ton beban air yang ditampung Situ Gintung. Bukan hanya air yang ada di Situ ini, tetapi juga potensi bencana dahsyat...jutaaan ton bencana, jutaan m3 bencana..

Pak Menteri ini harusnya tidak banyak bicara dulu…cukup ia berbicara dengan atasannya tentang perencanaan rehabilitasi…lalu memanggil pejabat-pejabat di Dinas PU setempat untuk diberikan surat pemecatan. Harus memberikan surat pemecatan!!! Karena Dinas PU setempat harusnya sudah tanggap dengan potensi bencana ini. Tanggap bukan hanya terhadap struktur Bangunan Situ dan kondisi tanah Situ, akan tetapi tanggap dengan ratusan nyawa yang ada di sekitar Situ Gintung. Untuk itulah mereka digaji rakyat.

SOP-nya:
Ketika memasuki musim hujan lebat seperti sekarang ini, Dinas PU melalui Satuan Kerja NVT Pengembangan dan Konservasi Sumber Daya Air, harus menempatkan personilnya memantau kondisi Situ Gintung karena Departemen Umum yang tahu tentang kondisi seluruh Situ di Indonesia dari A s.d Z. Dinas PU harus memantau volume air dan kondisi tanah-tanggul Situ Gintung di saat-saat hujan seperti saat ini. Membuat dan melaporkan hasil pemantauan per jam dan per hari. Sehingga ketika hasil pengamatan menunjukkan indikasi yang berbahaya, Dinas PU dapat berkoordinasi dengan instansi dan lembaga lain untuk memperingatkan warga sekitar Situ Gintung akan bahaya yang mungkin timbul. Kalau perlu evakuasi. Untuk meminimalisasi korban.

Kalau sudah begini kejadiannya, lalu sebenarnya apa sih kerjaan mereka selama musim banyak hujan gini? Tidur kedinginan? Gak tau!!!

Lalu, Pak Menteri mengatakan bahwa rehabilitasi akan dilaksanakan dengan memasang bronjong-bronjong…
Bah... Lulusan mana Pak Menteri ini…
Emangnya Situ ini sama dengan Situ-situ lainnya yang memiliki perbedaan elevasi hanya 1 meter?? Bukankah Situ Gintung memiliki perbedaan elevasi s.d 15 m terhadap sekitarnya??? Emangya Situ Gintung ini sama dengan aliran sungai kecil yang tanggulnya cukup ditahan dengan bronjong batu… lalu amanlah itu??? Wah-wah…Pak Menteri pulanglah saja ke Pengging, atau kuliah lagilah…
Maaf, Pak Menteri. Saya bilang gini, karena menurut saya Pak Menteri tidak perlulah berbicara hal-hal teknis. Biarlah iitu urusan para engineer. Pak Menteri cukup berbicara tentang rencana strategis kalau emang ada niat dan dana untuk rehab.
Tau gak Pak Menteri?? Anda jadi hampir sama dengan rekan anda di kabinet, yaitu Hatta Rajasa. Hatta Rajasa pada hari ketiga hilangnya pesawat Adam Air Januari 2007 di Perairan Majene mengatakan bahwa Tim Sar sudah melihat bangkai pesawat Adam Air yang hilang itu. Mimpi kalee…
Kedua pejabat ini sama-sama lulusan ITB lho…

NEGARA GAGAL,NEGARA PENGEMIS, DAN NEGARA KORUPTOR?

Pada tanggal 18 Februari 2009, Dinas PU mengiklankan teder rehabilitasi Situ, yaitu:
1. Rehabilitasi Situ Bulakan, 6 Milyar
2. Rehabilitasi Situ Kelapa Dua dan Situ Bungur, 6 Milyar
3. Rehabilitasi Situ Kepuh, 6 Milyar
4. Rehabilitasi Situ Cibeureum, 6.1 Milyar
5. Rehabilitasi Situ Cibuntu dan Situ Cibodas, 4.5 Milyar
Total 30.6 Milyar.

Ini adalah tender akal-akalan. Rencana proyek ini jelas akan menjadi ajang pejabat PU nyari duit.
Pertama, karena sebenarnya tidak ada urgensi untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasi pada situ-situ ini. Profil Situ-situ ini tidak signifikan mengontrol laju debit air yang melalui sungai-sungai di Jabodetabek dan warga sekitarnya. Bahkan beberapa Situ yang ditenderkan ini, elevasinya muka airnya lebih rendah dari elevasi tanah (permukiman) sekitarnya. Jadi pasti ada ‘sesuatu’ sehingga Situ-situ ini perlu dianggarkan untuk rehabilitasi.
Kedua, pemenang tender biasanya menawar hingga 45%. Maksdunya: Jika rehabilitasi Situ Bulakan dianggarkan sebesar 6 Milyar,maka pemenang tender akan melaksanakan pekerjaan rehabilitasi dengan biaya 45% dari 6 Milyar, atau sekitar 2.7 M. Apa ini!!??? Jadi pemenang tender ini mengerjakan rehabilitasi dengan apa!!?? Sudah jelaslah bahwa pekerjaan rehabilitasi ini akan dikerjakan asal-asalan saja. Biaya 2.7 M tidak akan menutupi ongkos alat berat excavator, ponton, truk pengangkut, solar, gaji dan upah, dan material lainnya. Kalau begitu apa yang terjadi!!?? Emang Gua Pikirin…

Rehabilitasi seharusnya dilaksanakan pada Situ-situ yang berpotensi bencana. Tetapi Departemen PU mikirin ini gak ya???

Jelaslah tidak ada niat penyelenggara negara dan pemerintah untuk melayani, memperhatikan, mengabdi, dan melindungi rakyatnya. Negara ini sudah hampir menjadi Negara gagal. Negara pengemis. Gagal melindungi rakyatnya. Bukan hanya rakyatnya yang banyak menjadi pengemis, tetapi Negara ini juga telah jadi Negara Pengemis. Membiarkan bencana menimpa rakyat dan lingkungannya, lalu Negara meminta bantuan negara-negara lain untuk mengatasinya.

Pada media cetak hari ini, Senin, 30 Maret 2009, korban tewas 99 orang dan hilang 128 orang.

SITU GINTUNG, OH, SITU NGINTUNG

Sabtu, 14 Maret 2009

KISAH PAKU DAN PAGAR

Di suatu kampung adalah seorang kaya bernama Tuan Kaya. Tetapi ia juga di kenal sombong dan sering menghina dan menyakiti orang lain. Banyaklah orang-orang yang telah dihina dan disakitinya. Tiada hari ia lewati tanpa menyakiti orang lain. menunjukkan kesombongan dan kekayaannya. Bahkan terhadap saudara-saudaranya pun ia menyombongkan diri.

Pada suatu malam ia berangkat tidur. Di tempat tidur pikirannya menerawang mengingat-ingat kejadian sepanjang hari dan hari-hari yang telah ia lalui. Lalu bibirnya tersenyum licik membayangkan bahwa telah banyak ia menyombongkan diri. Ada garis-garis kebanggaan pada dirinya sendiri. Bagaimana orang-orang datang meminta bantuaanya tetapi ia beri dengan penghinaan yang menyakitkan..Lalu ia juga membayangkan diri sendiri yang sangat berkecukupan. Bagaimana ia tidak pernah meminta bantuan orang lain. Ha-ha-ha…aku ini hebat, pikirnya.

Lalu entah kenapa, sesaat sebelum tertidur tiba-tiba seberkas tanya menyelip dalam pikiran Tuan Kaya. “Bagaimana kalau sekali-sekali aku berbuat baik?”. Pikirannya lalu mencoba mengingat kapan ia terakhir berbuat baik. Dalam usahanya mengingat-ingat itu, ia pun tertidur.

Esok harinya ia berangkat ke suatu desa untuk menghadiri pesta pernikahan saudarnya. Dengan gaya duduk yang pongah di atas kuda ia melintasi desanya dengan pakaiannya yang sangat indah. Orang-orang sedesanya berdiri dari kejauhan memandangi dengan penuh kekaguman dan juga kepedihan.

Sesampai di desa saudaranya Tuan Kaya di sambut baik seperti orang-orang lain yang datang. Di tengah-tengah pesta ia mengamati semua yang terjadi. Ia mengamati begitu banyak tamu yang datang. Orang-orang kaya dan orang-orang miskin dalam pesta itu tampak gembira. Semuanya duduk bersama tanpa dibeda-bedakan. Orang-orang miskin dan orang-orang kaya makan dengan lahap. Tuan Rumah memandangi semuanya dengan senyum tulus. Bahkan tamu-tamu diberi uang dan bungkusan makanan ketika hendak pulang.

Tuan Kaya mengamati semua itu dengan seksama. Wajah-wajah tamu dan wajah tuan rumah sama-sama ceria. Dan entah mengapa Tuan Kaya merasa tahu bahwa wajah-wajah tersebut adalah wajah-wajah kebaikan yang tulus. Ketika pulang pikiran-pikiran tentang yang terjadi di pesta merasukinya. Sepanjang jalan ia merenungi kebaikan dan ketulusan orang-orang. Lalu ia merenungi diri sendiri. Tuan Kaya merasa pikirannya seperti terhenyak. Sepanjang jalan hingga sampai ke halaman rumahnya ia tak henti-henti memikirkan tentang kebaikan dan ketulusan, juga tentang keadaan diri sendiri. Di dalam rumah ia tetap diam memikirkan semuanya. Tuan Kaya menjadi terobsesi akan kebaikan dan ketulusan.

Ia melewati hari-hari dengan usaha-usaha untuk berbuat baik. Akan tetapi sia-sia. Ketika ia berjumpa dengan orang-orang lain, kata-kata dan raut wajah penghinaanlah yang ia munculkan. Ia menjadi tersiksa. Obsesi yang luar biasa memenuhi pikirannya. Akhirnya ia memutuskan.

Tuan Kaya pergi ke sebuah rumah di ujung desa. Rumah yang berada di tengah-tengah kesejukan pohon-pohon. Rumah itu dihuni oleh seorang kakek tua. Di kampung itu ia dikenal sebagai Guru. Guru dalam segala hal. Guru menyambut Tuan Kaya dengan wajah-senyuman dan tatapan mata secerah mentari.

Guru: ”..ada angin apa tiba-tiba Tuan Kaya bertandang ke gubuk kami?”.
Lalu Tuan Kaya menceritakan semua yang menggangu pikirannya. Ia menceritakan tanpa menutupi semau yang telah dilaluinya. Setelah Tanya jawab dan pembicaraan yang cukup dalam akhirnya Tuan Kaya berkata…

Tuan Kaya: ”Jadi, Guru, aku ingin sekali bisa berbuat baik. Bisa tersenyum dengan senyuman seperti senyum Guru ini.
Guru: “Baiklah. Begini… Tuan Kaya kan rumahnya dipagari…
Tuan Kaya: “Betul Guru…
Guru: “Pulanglah sekarang dan belilah paku…Setiap Tuan Kaya berbuat sesuatu yang menyakitkan orang lain…setiap Tuan Kaya menghina orang lain maka pakulah pagar rumahmu..lakukan terus seperti itu…satu paku untuk satu perbuatan yang menghina atau menyakiti orang lain…terus lakukan sampai pagar rumahmu penuh terpaku…setelah penuh maka Tuan Kaya boleh datang lagi ke sini…

Tuan Kaya pun pulang lalu membeli paku.
Ketika ia menyakiti orang maka ia pulang dan memaku pagar rumahnya. Tiada hari yang lewat tanpa ia memku pagar rumanhya. Jadi setiap hari Tuan Kaya selalu memaku pagar rumahnya karena setiap hari ia selalu menyakiti orang lain. Akan tetapi obsesinya tentang kebaikan hati semakin kuat. Maka pagar itupun penuh dengan paku. Tuan Kaya pun pergi ke rumah Guru.

Tuan Kaya: “Guru, pagar rumahku telah penuh dengan paku…tetapi aku belum juga mampu berbuat baik…
Guru: “Jadi pagar itu telah penuh dengan paku?”.
Tuan Kaya: “Betul Guru..”.
Guru: “Dan Tuan Kaya masih berkeinginan untuk berbuat baik?”.
Tuan Kaya: “Iya. Betul Guru”.
Guru: “Tuan Kaya, sekarang pulanglah…laluilah hari-harimu…jika ada satu kebaikan yang Tuan Kaya perbuat dengan tulus maka cabutlah satu paku. Lalu jika ada lagi perbuatan baik yang Tuan Kaya lakukan maka cabut lagi satu paku. Lakukan seperti itu terus-menerus. Satu kebaikan untuk mencabut satu paku. Jika semua paku di pagar rumah Tuan Kaya telah tercabut maka Tuan Kaya boleh datang lagi ke sini..”

Tuan Kaya pun pulang. Di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang ibu tua yang nampaknya tersiksa dengan beratnya kayu bakar yang dibawanya di pundaknya. Tuan Kaya mengamatinya. Tiba-tiba ia teringat dengan paku yang memenuhi pagar rumahnya. Dengan suatu gemuruh di hati yang baru kali ini dirasakannya ia menghampiri ibu yang membawa kayu bakar itu. Setelah sejenak pembicaraan dan sedikit desakan Tuan Kaya lalu menolong membawa kayu bakar si ibu tadi. Ia mengikuti langkah-langkah si ibu yang terheran-heran menuju kampung. Sesampai di kampung, penduduk seluruh kampung termangu-mangu dengan kejadian ini. Di depan rumah si ibu, Tuan Kaya meletakkan kayu bakar itu. Ia memberi senyuman-mengangguk lalu beranjak pulang. Dengan penuh semangat ia mencabut satu paku yang menancap dipagar rumahnya.

Hari demi hari ia berjumpa dengan orang lain. Dan hari demi hari pula banyak paku yang sudah dicabutnya dari pagar rumahnya. Orang-orang yang mengenalnya gamang dengan perubahan Tuan Kaya. Tetapi Tuan Kaya dengan senyuman yang tulus tiada henti berbuat baik. Akhirnya paku-paku yang menancap pagar rumahnya telah habis. Pagar rumahnya sekarang penuh dengan lobang-lobang bekas paku. Tuan Kaya pun dengan semangat pergi ke rumah Guru.

Tuan Kaya: “Guru, paku-paku di pagar rumahku sudah habis…”
Guru: Oh, betulkah..?”
Tuan Kaya: “Betul Guru”.
Guru: “Jadi sekarang pagarnya seperti apa?”
Tuan Kaya: “Jadi berlobang-lobang Guru..”.

Guru diam. Ia memejamkan matanya. Lalu berkata..

Guru: “Tuan Kaya, dulu engkau di kenal orang dengan segala kesombonganmu. Tidak ada perbuatan baik yang engkau lakukan. Sekarang ini engkau berbuat baik. Perbuatan baikmu ini akan diterima orang dengan baik. Orang lain akan sangat berterima kasih dengan kebaikan hatimu. Bahkan mungkin mendoakanmu. Akan tetapi Tuan Kaya, bagaimanapun engkau berbuat baik…setulus apapun kebaikan hatimu yang engkau tawarkan pada orang lain…tidak akan pernah orang-orang lain itu lupa bahwa kamu pernah begitu sombong…orang-orang akan tetap menerima kebaikanmu dengan juga mengingat keculasanmu dulu. Sama seperti paku-paku yang menancap di pagar rumahmu. Ketika engkau mencabut semua paku-paku di pagar rumahmu akan menyisakan lobang-lobang bekas paku. Lobang-lobang itu jelas terlihat. Jadi Tuan Kaya, rawatlah pagarmu yang berlobang-lobang itu. Rawatlah perbuatan-perbuatan baikmu itu. Rawatlah ketulusan hatimu itu. Sebagus apapun engakau menutupi atau memperbaiki lobang-lobang bekas paku di pagar rumahmu, bekas-bekas lobang itu akan tetap ada. Orang-orang akan tetap ingat bahwa lobang-lobang itu ada. Jadi Tuan Kaya, sekarang engkau pulanglah. Berbuat baiklah sepanjang hidupmu. Rawatlah semua kebaikan dan ketulusanmu itu dengan kebaikan dan ketulusan…

Selasa, 20 Januari 2009

Game Of The Century - Fischer (Black) beats Byrne (White)

Bobby Fischer - a 13-years old beats US Master Donald Byrne.
Rosenwald Memorial Tournament in New York City on October 17,1956
.

Here is Descrption of The Warfare:


1. Nf3

A noncommittal move by Byrne. From here, the game can develop into a number of different openings.

1. ... Nf6 2. c4 g6 3. Nc3 Bg7

Fischer defends based on "hypermodern" principles, inviting Byrne to establish a classical pawn stronghold in the center, which Fischer intends to target and undermine with his fianchettoed bishop and other pieces.

4. d4 0-0

Fischer castles, bringing his king to safety. 4...d5 would have reached the Grünfeld Defence immediately. After Fischer's 4...0-0, Byrne could have played 5.e4, whereupon 5...d6 6.Be2 e5 reaches the main line of the King's Indian Defense.

5. Bf4 d5 (Grünfeld Defence, 5.Bf4, D92)

The game has now transposed to the Grünfeld Defence, usually initiated by 1.d4 Nf6 2.c4 g6 3.Nc3 d5.

6. Qb3

A form of the so-called Russian System (the usual move order is 1.d4 Nf6 2.c4 g6 3.Nc3 d5 4.Nf3 Bg7 5.Qb3), putting pressure on Fischer's central d5 pawn.

6. ... dxc4

Fischer relinquishes his center, but draws Byrne's queen to a square where it is a little exposed and can be attacked.

7. Qxc4 c6

Also possible is the more aggressive 7...Na6 (the Prins Variation), preparing ...c5 to challenge White's center.

8. e4 Nbd7

In later games, Black played the more active 8...b5 followed by 9...Qa5.[3][4] An example is Bisguier-Benko, U.S. Championship 1963-64.[5] Fischer's choice is a little slow, although one would not guess that from the subsequent play.

9. Rd1 Nb6 10. Qc5

An awkward square for the queen, which leaves it exposed to a possible ...Na4 or ...Ne4, as Fischer brilliantly demonstrates. Since both of those squares are protected by Byrne's knight on c3, he understandably did not appreciate the danger. 10.Qb3 would have left the queen better placed, although it would have invited further harassment with 10...Be6.

10. ... Bg4

Byrne's pawns control the center squares. However, Fischer is ahead in piece development and has castled, while Byrne's king is still in the center. These factors would not have been very significant had Byrne attended to his development on his next move.



11. Bg5?

Byrne errs, moving the bishop a second time instead of completing his development. Burgess, Nunn and Emms, as well as Wade and O'Connell, suggest 11. Be2, protecting the King and preparing kingside castling.[3][6] Flear-Morris, Dublin 1991, continued 11. Be2 Nfd7 12. Qa3 Bxf3 13. Bxf3 e5 14. dxe5 Qe8 15. Be2 Nxe5 16. O-O and White was slightly better.[3] Byrne doubtless thought that Black's slight lead in development would be transitory, not anticipating the maelstrom that his young opponent now initiates.

11. ... Na4!!

Fischer offers an ingenious knight sacrifice. If Byrne plays 12.Nxa4, Fischer will play Nxe4, leaving Byrne with some terrible choices:

13. Qxe7 Qa5+ 14. b4 Qxa4 15. Qxe4 Rfe8 16. Be7 Bxf3 17. gxf3 Bf8 produces a deadly pin.
13. Bxe7 Nxc5 14. Bxd8 Nxa4 15. Bg5 Bxf3 16. gxf3 Nxb2 gives Fischer an extra pawn and ruins Byrne's pawn structure.
13. Qc1 Qa5+ 14. Nc3 Bxf3 15.gxf3 Nxg5 regains the sacrificed piece with a better position.
13. Qb4 Nxg5 14.Nxg5 Bxd1 15.Kxd1 Bxd4 16.Qd2 Bxf2 with a winning material advantage (Fischer)

12. Qa3 Nxc3 13. bxc3 Nxe4!

Fischer again offers material in order to open the e-file and get at White's uncastled king.

14. Bxe7 Qb6 15. Bc4

Byrne wisely declines the offered material. If 15. Bxf8, Bxf8 16.Qb3, Fischer analyzes 16...Nxc3! 17.Qxb6 (17.Qxc3?? Bb4 wins the queen) axb6 18.Ra1 Re8+ 19.Kd2 Ne4+ 20.Kc2 Nxf2 21.Rg1 Bf5+, which he considers winning for Black. Also strong is 16...Re8 17.Qxb6 (17.Be2 Nxc3!) 17...axb6 18.Be2 Nxc3 19.Rd2 Bb4 20.Kf1 Ne4 21.Rb2 Bc3 22.Rc2 Nd2+! 23.Kg1 (23.Nxd2 Bxe2+ 24.Kg1 Bd3! 25.Rc1 Bxd2 leaves Black with a winning material advantage) Rxe2 24.Rxc3 Nxf3+ 25.gxf3 Bh3 26.Rc1 Rxa2 leaving White absolutely paralyzed.

15. ... Nxc3! Now if 16.Qxc3, Rfe8 pins the bishop to White's king, thus regaining the sacrificed piece with an extra pawn.

16. Bc5 Rfe8+ 17. Kf1

Byrne threatens Fischer's queen; Fischer brings his rook into play, misplacing Byrne's king. Now Fischer's pyrotechnics seem to be at an end. Surely he must save his queen, whereupon White can play 18.Qxc3, with a winning material advantage.

17. ... Be6!!

This stunning resource is the move that made this game famous. Instead of saving his queen, Fischer offers to sacrifice it. Fischer pointed out that 17...Nb5? loses to 18.Bxf7+ Kxf7 19.Qb3+ Be6 20.Ng5+ Kg8 21.Nxe6 Nxd4 22.Nxd4+ Qxb3 23.Nxb3.[7]

18. Bxb6?

Byrne takes the offered queen, hoping to outplay his 13-year-old opponent in the ensuing complications. However, Fischer gets far too much for his queen, leaving Byrne with a hopeless game. 18.Bxe6 would have been even worse, leading to a smothered mate with 18...Qb5+ 19.Kg1 Ne2+ 20.Kf1 Ng3+ 21.Kg1 Qf1+! 22.Rxf1 Ne2#. 18.Qxc3 would have been met by 18...Qxc5! and if 19.dxc5, Bxc3. White's best chance may have been 18.Bd3 Nb5!, which Kmoch wrote would also result in "a win for Black in the long run".[8]

18. ... Bxc4+

Fischer now begins a 'windmill' series of discovered checks, picking up material.

19. Kg1 Ne2+ 20. Kf1 Nxd4+ 21. Kg1 Ne2+ 22. Kf1 (21.Rd3? axb6 22.Qc3 Nxf3 23.Qxc4 Re1# Fischer) 22...Nc3+ 23. Kg1 axb6

Fischer captures a piece, simultaneously attacking Byrne's queen.

24. Qb4 Ra4!

Fischer's pieces cooperate nicely: the bishop on g7 protects the knight on c3, which protects the rook on a4, which in turn protects the bishop on c4 and forces Byrne's queen away. Perhaps Byrne overlooked this move when analyzing 18.Bb6, expecting instead 24...Nxd1? 25.Qxc4, which is much less clear. Otherwise, it is hard to explain why Byrne played 18.Bxb6, since Black now has a clearly winning position.

25. Qxb6

Unfortunately for Byrne, he has nothing better than this pawn-grab, since he has no queen move available that would protect his threatened rook on d1.

25. ... Nxd1

Fischer has gained a rook, two bishops, and a pawn for his sacrificed queen, leaving him ahead the equivalent, roughly, of one minor piece – an easily winning advantage in master play. White's queen is far outmatched by Black's pieces, which dominate the board and will soon overrun White's position. Moreover, Byrne's remaining rook is stuck on h1 and it will take precious time (and the loss of the pawn on f2) to free it. Byrne could resign here, but gamely plays on until checkmate.

One of Byrne's chess students later recounted Byrne's explanation (scroll down to No. 241 at the end) why he played on: "First of all, you have to remember that in 1956 no one knew that Bobby Fischer was going to become Bobby Fischer! He was just a very promising 13-year-old kid who played a great game against me. When it got to the position where I was lost, I asked some of the other competitors if it might be a nice thing to let the kid mate me, as a kind of tribute to the fine game he played. They said, 'Sure, why not?’ and so I did."


26. h3 Rxa2 27. Kh2 Nxf2 28. Re1 Rxe1 29. Qd8+ Bf8 30. Nxe1 Bd5 31. Nf3 Ne4 32. Qb8 b5

Note that every piece and pawn of Black is defended, leaving White's "extra" queen with nothing to do.

33. h4 h5 34. Ne5 Kg7

Fischer breaks the pin, allowing the bishop to attack as well.

35. Kg1 Bc5+

Now Fischer "peels away" the white king from his last defender, and uses his pieces in concert to force checkmate.

36. Kf1 Ng3+

37. Ke1 Bb4+

Kmoch notes that 37...Re2+ would have mated a move sooner.[9]

38. Kd1 Bb3+ 39. Kc1 Ne2+ 40. Kb1 Nc3+ 41. Kc1 Rc2# 0-1

Two Identic Goals of The Best and Greatest Players of All Time

Maradona Beats England -FIFA World Cup 1986





Lionel Messi Beats Getafe - Coppa Del Rey 2007